Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada
kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan
berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila
seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang
lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling
fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah
lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia
lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia
bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu
pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan
perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan
keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.
SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan
hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi
kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari
sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab
kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus
diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen.
Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada
masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja
mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan
raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh
perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya “Bill of Rights” di Inggris
pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa
manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat
dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas
persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus
diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru
dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka
lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat),
Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna
mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan
hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration
of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun
di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih
dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia
adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila
sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak
yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah
tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap
tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh
pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany
yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan
pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki),
the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar
lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi
hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya
sudah dicanangkan sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan
pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654
tersebut di bawah ini :
“The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The
second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in
the world. The third is freedom from want which, translated into world terms,
means economic understandings which will secure to every nation a healthy peacetime
life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from
fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be
in a position to commit an act of physical agression against any
neighbor-anywhere in the world.”
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan
berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM
yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration
of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat
manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang
dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar
negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa
dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa
komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam
malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai
kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai
setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan
demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si
suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari
negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan
pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan
mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB
atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan
menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang
termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang
berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun
serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah
sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi
Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat
(Lontarak). Antara lain dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana)
bahwa apabila raja berselisih faham dengan Dewan Adat, maka Raja harus
mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri berselisih, maka rakyatlah
yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang, semuanya
sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena
sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori
hukum Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di
Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak menonjol karena kurang
dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya
mengapa tidak disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa
bukan Social Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang
menjadi tujuan ? Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya
kewajiban yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak
mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati
haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling
hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada
hak berarti ada kewajiban.
Contoh :
Seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah terlebih dahulu
memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak perlu
dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak
perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa
dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan
masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan
masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan
tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi
tidak memperkosa hak-hak orang lain.
Sejarah
LPHAM yang didirikan oleh H. J. C. Princen dan Yap Thiam Hien pada 29
April 1966 sebenarnya dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah
orde baru yang melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM
lainnya terhadap simpatisan anggota PKI dan mereka yang dituduh PKI. Salah satu
dari kerja besar LPHAM dalam mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu
antara lain desakan untuk menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi, Jawa
Tengah yang di instruksikan Presiden Soeharto, M. Panggabean dan Surono tahun
1968. Walaupun protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen,
oleh Kopkamtib dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut
dihentikan.
Pada tahun
yang sama LPHAM bersama Goenawan Muhammad, seorang wartawan menginvestigasi dan
membuat laporan tentang pelanggaran HAM di Pulau Buru. Laporan tersebut
akhirnya menjadi bahan tulisan Amnesty Internasional. Selanjutnya untuk
menangani para korban PKI yang mengalami trauma kejiwaannya, di tahun 1967,
LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia Pusat Pemulihan Hidup Baru) yang
dikelola Yap Thiam Hien.
Sempat
berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnya YLBHI
(1970), INFIGHT (Indonesian Front for Defence of Human Rights, 1990), KontraS
(1998) dan beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar
tahun 1988 seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan
mengeluarkan UU Ormas 1985.
Dalam
perjalanan aktivitasnya, LPHAM merespon dan hampir terlibat seluruh isu dan
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam kasus Timor Timur
ditahun 1990, advokasi LPHAM membawa Princen untuk menjadi tamu kehormatan
Presiden Portugal Mario Soares dengan topik pembicaraan seputar 7 orang pemuda
Tim-tim yang mencari suaka dan masa depan Timor Timur. LPHAM juga melobi Y.P.
Pronk, Ketua IGGI untuk menghentikan hutang luar negeri yang cenderung
disalahgunakan pemerintahan Soeharto. Tak terelakan lagi, LPHAM tumbuh menjadi
organisasi yang merekam hampir seluruh kejahatan kemanusiaan rezim orde baru.
Dari kasus tanah (1987-1996), buruh (1989-1990-an) hingga penangkapan mahasiswa
(1988). Dari kasus Papua (1975), Timtim (1975), Aceh (1989) hingga mendampingi
para korban Peristiwa Priok yang di adili (1984-1986).
Perkembangan
Namun seiring dengan manajemen organisasi yang masih tradisional dan
menurunnya stamina dan kesehatan Princen. Organisasi ini mulai mengambil porsi
aktivitas yang sesuai dengan kapasitas kerja organisasi yang sangat ditentukan
oleh mobilitas seorang Princen, dan aktivitas organisasi ini benar-benar
terhenti ketika kematian menjemput mantan disertir KNIL ini 22 Februari 2004
lalu.
Walau LPHAM
telah kehilangan figur sentralnya, kini revitalisasi lembaga malah sedang
dilakukan antara lain dengan meredefinisi LPHAM sebagai lembaga yang sejak awal
turut mempromosikan penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM dengan
merefleksi kebersamaan dalam memperjuangkan HAM, demokrasi dan civil society
dengan seluruh komunitas masyarakat lainnya.
LPHAM tetap
berpendirian bahwa sebuah bangsa harus mengerahkan seluruh potensi dan
energinya untuk mendorong tumbuhnya sebuah system politik sipil yang bersih,
adil dan menolak kekerasan baik dalam bentuk struktur kultural maupun subtansi
praktikal yang tercermin antara lain pada militerisme.
"Penyelenggaraan
penghargaan" bersama Mengingat begitu pentingnya mendorong inisiasi dan
kebersamaan perjuangan penegakan HAM di Indonesia, sejak tahun 2007 ini, LPHAM
yang kebetulan dimiliki oleh para mujahid-mujahid HAM seperti Poncke dan Yap
mendukung sepenuhnya inisiatif, kepeloporan dan keberanian seluruh elemen
masyarakat dalam rangka perlindungan HAM dengan menganugerahkan kepada mereka
sebuah penghargaan yang bernama Poncke Princen Human Rights Prize.
Poncke
Princen Human Rights Prize sesuai nama figur HJC Princen adalah penghargaan
yang diberikan untuk orang/ lembaga yang berani mengambil inisiatif pertama
kali dalam melindungi dan memajukan HAM sebagaimana Poncke Princen yang berani
menjadi pioneer dalam menghentikan pembantaian purwodadi pada 1969 dan sejumlah
aktivitas kemanusiaan selama hidupnya.
Penghargaan ini perlu dibuat untuk melestarikan semangat dan keberanian
dalam menegakan HAM. Karena upaya penegakan HAM di Indonesia tidak hanya
membutuhkan keberanian tapi juga konsistensi menempuh bahaya, sehingga
benar-benar membutuhkan lebih banyak pioneer yang memperjuangkan penegakan HAM
seperti yang telah dilakukan Poncke di masa lalu. Untuk alasan itu pula,
penghargaan ini akan mendorong pencarian dan mendukung aktivitas pelopor
penegakan HAM diseluruh tanah air setiap tahunnya secara terus menerus.
Untuk pertama
kalinya yaitu tahun 2007, penghargaan ini diberikan kepada 3 pihak yang telah berani
melakukan upaya promosi dan penegakan HAM yaitu: Human Rights life time
achievement untuk pejuang HAM, Munir (1965-2004). Human Rights Promotor and
Educator untuk dosen STPDN/IPDN, Inu Kencana Syafei. Human Rights Campaigner
untuk Liputan 6 SCTV.
Tiga nama
tersebut, masing-masing telah memberikan kontribusi yang signifikan tidak saja
bagi penghormatan nilai-nilai kemanusiaan tapi juga kontribusi reformasi
politik dari sebuah sistem yang cenderung mengabaikan hak asasi.
Pada tahun
2008, LPHAM kembali memberikan dua penghargaan Poncke Princen Prize dengan
kekhususan kepeloporan dalam bidang Hak Asasi Manusia, pertama kepada
insitiatif ‘Ibu Kembar’ Sri Rosiati dan Sri Irianingsih yang telah membuat
pendidikan alternatif bagi orang-orang tak mampu secara konsisten dan kontinyu
terhadap pendidikan dan promosi hak asasi manusia (Human Rights Promotor and
Educator) serta terhadap pemajuan HAM di Indonesia. Kedua kepada usaha Korban
dan pendamping Korban Kasus Lumpur Lapindo yang telah mengungkap kebenaran atas
apa yang secara jahat disembunyikan oleh pemerintah sehingga memunculkan dampak
pada kampanye perlunya penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia
(Human Rights campaigner).
UUD 1945 pasal 28 A -
J Tentang HAM
(HAK ASASI MANUSIA)
Pasal 28A
Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1). Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2). Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2). Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28B
(1). Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2). Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2). Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28D
(1). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3). Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4). Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1). Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2). Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3). Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1). Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2). Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1). Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2). Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3). Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4). Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I
(1). Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2). Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3). Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4). Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5). Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Pasal 28J
(1). Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2). Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
(1). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3). Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4). Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1). Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2). Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3). Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1). Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2). Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1). Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2). Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3). Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4). Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I
(1). Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2). Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3). Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4). Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5). Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Pasal 28J
(1). Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2). Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Daftar Pustaka
1. http://www.membuatblog.web.id/2010/06/sejarah-hak-asasi-manusia-di-indonesia.html
2.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pembela_Hak-Hak_Asasi_Manusia
Read more.
Read more.
3.
http://www.untukku.com/artikel-untukku/sejarah-hak-asasi-manusia-di-indonesia-untukku.html#ixzz1r7nL7hGK
4. http://www.untukku.com/artikel-untukku/sejarah-hak-asasi-manusia-di-indonesia-untukku.html
5. Dwiky.(2012).Wawasan
Nusantara.Bogor: http://dwikyciew.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar